Juara 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah KPMDB 2021 Oleh Annisa Caesaria Putri
PERAN NILAI-NILAI PUASA SAAT RAMADHAN BAGI PENDIDIKAN KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR DI BALIK PANDEMI COVID-19
Saat ini dunia sedang di berikan cobaan terberat oleh Tuhan yaitu menghadapi pandemi yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 (virus Corona) dan infeksinya yang disebut Covid-19 atau Coronavirus Disease 2019. Infeksi virus ini awalnya ditemukan di Wuhan, Cina pada Desember 2019 dan telah menyebar dengan cepat ke berbagai belahan dunia lainnya. Pandemi ini mempengaruhi berbagai perubahan di sektor sosial ekonomi seluruh wilayah yang terjangkit, dan bukan hanya Cina saja. Di awal kemunculannya, virus ini mendapat beragam respons yang muncul dari masyarakat Indonesia. Sebagian mulai berhati-hati dan menerapkan pola hidup sehat, tetapi lebih banyak yang tidak peduli dan terkesan meremehkan, bahkan menjadikan virus ini sebagai bahan candaan. Bukan hanya masyarakat biasa, pejabat-pejabat pun banyak yang meremehkan keberadaan virus ini dan tidak melakukan persiapan maupun antisipasi munculnya wabah ini di Indonesia. Bahkan ketika Covid-19 mulai menyebar dengan cepat ke berbagai daerah dan beberapa negara telah menutup akses keluar masuk, pemerintah dan warga Indonesia masih terkesan santai dan kurang melakukan tindakan pencegahan terhadap virus ini.
Kehadiran pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) telah mengubah tatanan dunia dalam waktu singkat. Barangkali juga tidak ada yang pernah membayangkan bahwa pandemi ini akan menyebabkan derita kemanusiaan yang begitu mendalam. Bahkan dalam waktu yang tidak lama, pandemi ini telah menyebar secara cepat dalam skala luas dan menimbulkan banyak korban jiwa. Secara sosiologis, pandemi Covid-19 telah menyebabkan perubahan sosial yang tidak direncanakan. Artinya, perubahan sosial yang terjadi secara sporadis dan tidak dikehendaki kehadirannya oleh masyarakat. Akibatnya, ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi pandemi ini pada gilirannya telah menyebabkan disorganisasi sosial di segala aspek kehidupan masyarakat.
Sebenarnya, orang-orang yang bersikap masa bodoh dengan kemunculan virus Corona jumlahnya lebih sedikit daripada orang yang peduli dengan pencegahan virus ini. Tetapi, ketidakpedulian mereka itulah yang kemudian mempercepat penyebaran virus. Ketidakpastian, kebingungan, dan keadaan darurat yang diakibatkan oleh virus Corona dapat menjadi stressor bagi banyak orang. Ketidakpastian dalam mengetahui kapan wabah akan berakhir membuat banyak golongan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah bingung memikirkan nasib mereka. Kehidupan yang berjalan seperti biasa tanpa adanya mata pencaharian membuat mereka kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.
Ketakutan akan kematian merupakan konflik psikologis dasar pada manusia (Knoll, 2020) dan sesuai dengan Teori Manajemen Terror, ketakutan akan kematian yang tidak pasti datangnya membuat manusia melakukan berbagai hal untuk mempertahankan kehidupannya (Greenberg, Pyszczynski, Solomon, 1986). Adanya Covid-19 tentu membuat terror yang dirasakan semakin intens. Tentunya, ada beberapa hal positif dan negatif yang dilakukan orang-orang untuk bertahan hidup. Untuk mengurangi kecemasan di masyarakat, sudah sepatutnya kita melakukan berbagai hal untuk meningkatkan optimisme masyarakat di tengah pandemi ini. Masyarakat yang masih mampu mencukupi kebutuhan hidupnya banyak yang meningkatkan kepeduliannya dengan berkontribusi untuk membantu golongan yang tidak mampu dengan cara melakukan penggalangan dana, melakukan donasi. Ada juga kelompok-kelompok lain yang membantu menjahitkan APD untuk tenaga kesehatan serta memproduksi masker dalam jumlah besar untuk dibagikan kepada orang-orang yang masih harus bekerja di luar. Karena adanya virus Corona ini, masyarakat juga menjadi lebih peduli dan menjalankan pola hidup yang sehat. Hal-hal tersebut merupakan sebagian kecil upaya pertahanan diri yang dilakukan oleh masyarakat untuk menghindari infeksi Covid-19. Harus diakui memang dampak pandemi Covid-19 telah memaksa komunitas masyarakat harus adaptif terhadap berbagai bentuk perubahan sosial yang diakibatkannya. Ragam persoalan yang ada telah menghadirkan desakan transformasi sosial di masyarakat. Bahkan, bukan tidak mungkin peradaban dan tatanan kemanusiaan akan mengalami pergeseran ke arah dan bentuk yang 4 jauh berbeda dari kondisi sebelumnya. Lebih lanjut, wajah dunia pasca pandemi bisa saja tidak akan pernah kembali pada situasi sepeti awalnya.
Dengan demikian, segala bentuk aktivitas masyarakat yang dilakukan di masa pra-pandemi, kini harus dipaksa untuk disesuaikan dengan standar protokol kesehatan. Tentu ini bukan persoalan yang sederhana. Sebab pandemi Covid-19 telah menginfeksi seluruh aspek tatanan kehidupan masyarakat yang selama ini telah diinternalisasi secara terlembaga melalui rutinitas yang terpola dan berulang. Kedepan, masyarakat justru akan dihadapkan pada situasi perubahan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Sejumlah tata nilai dan norma lama harus ditata ulang dan direproduksi kembali untuk menghasilkan sistem sosial yang baru. Munculnya tata aturan yang baru tersebut kemudian salah satunya ditandai dengan adanya himbauan dari pemerintah untuk belajar, bekerja, dan beribadah di rumah sejak awal kemunculan virus ini di Indonesia. Begitu pula dengan pola kebiasaan masyarakat yang guyub, senang berkumpul dan bersalaman, kini dituntut untuk terbiasa melakukan pembatasan sosial.
Dalam perkembangannya merespons situasi krisis akibat Covid-19, pemerintah kemudian menerapkan kebijakan yang disebut sebagai kenormalan baru (New Normal). Tentu, berbagai kebijakan yang dihasilkan akan berimplikasi secara langsung terhadap segala bentuk perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Harus diakui kondisi normal baru akan menyebabkan perubahan sosial, termasuk pola perilaku dan proses interaksi sosial masyarakat. Sederhananya, normal baru menekankan pada perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas secara normal, namun tetap merujuk pada protokol kesehatan yang kemudian harus dibiasakan. Meskipun demikian, penerapan normal baru tidak akan berjalan dengan maksimal, bila tidak disertai kedisiplinan tinggi oleh masyarakat. Apalagi data kasus Covid-19 hingga kini masih menunjukkan angka fluktuasi. Oleh karena itu, masyarakat harus diedukasi secara terus-menerus untuk menerapkan hidup normal baru dalam aktivitas sosial mereka. Masyarakat perlu dibiasakan agar disiplin mematuhi protokol kesehatan. Sebab pandemi Covid-19 telah memaksa kita untuk adaptif terhadap 5 segala bentuk perubahan. Begitu juga hidup dengan kenormalan baru bisa saja akan menjadi model budaya baru di masa mendatang.
Mengacu instruksi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Virus corona sangat mudah menular melalui tetesan atau percikan kecil air yang dikeluarkan seseorang saat bersin ataupun batuk. Maka Social Distancing atau pembatasan sosial, dalam Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat Covid-19 di Indonesia, adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah. Hal ini ditujukan pada semua orang di wilayah yang diduga terjangkit virus corona. Penyebaran virus corona menjadi ancaman serius bagi dunia. Semakin meningkatnya pasien yang terkena virus corona, Social Distancing ini mengarahkan masyarakat mengurangi interaksi sosialnya dalam menghadapi pandemi Covid-19. Pengurangan interaksi sosial melalui Social Distancing guna pencegahan penyebaran virus corona yang lebih meluas ini dengan cara masyarakat pembatasan penggunaan fasilitas umum dan menjaga jarak interaksi. Masyarakat diminta untuk berdiam di rumah dengan melakukan belajar dari rumah bagi pelajar, bekerja dari rumah (Work From Home atau WFH), dan tidak melakukan aktvitas ke tempat-tempat keramaian guna memutuskan mata rantai penyebaran yang kian bertambah.
Kehadiran pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di tengah bulan puasa ramadhan seperti ini telah mengubah tatanan dunia dalam waktu singkat. Barangkali juga tidak ada yang pernah membayangkan bahwa pandemi ini akan menyebabkan derita kemanusiaan yang begitu mendalam. Bahkan dalam waktu yang tidak lama, pandemi ini telah menyebar secara cepat dalam skala luas dan menimbulkan banyak korban jiwa. Sejak ditetapkan sebagai bencana nasional, hingga saat ini masih terjadi peningkatan kasus Covid-19. Salah satu strategi pemerintah dalam menekan penyebaran Covid-19 adalah menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang menyebabkan orang lebih banyak berkegiatan di rumah meskipun dalam suasana ramadhan seperti ini, baik untuk belajar, bekerja, maupun beribadah harus dari rumah.
Puasa ramadhan merupakan bagian dari puasa wajib, oleh karenanya setiap orang (muslim) diwajibkan (diharuskan) untuk melaksanakannya. Makna yang terkandung dalam puasa ramadhan tentu saja memberikan manfaat besar terutama bagi proses kehidupan. Puasa pada dasarnya bukan hanya menahan lapar dan dahaga saja, akan tetapi bagaimana kita mengendalikan hawa nafsu, emosi, dan sikap. Dewasa ini, pendidikan kita memang sedikit memprihatinkan dengan banyaknya kejadian-kejadian aneh menimpa siswa kita, seperti: tawuran, penyalahgunaan narkoba, dan kekerasan seksual. Hal tersebut harus menjadi perhatian khusus para orang tua, guru, dan pemerintah.
Pendidikan di sekolah memang tidak terlepas dari pendidikan keluarga. Orang tua sebagai pendidik pertama sangat bertanggung jawab atas pendidikan anaknya, karena waktu yang tersedia berkumpul dengan orang tua lebih banyak dibandingkan di sekolah. Hal ini menunjukan bahwa penanaman nilai-nilai kebajikan bagi anak bermula dari kebiasaan orang tua menanamkan kebiasan baik seperti: beribadah, saling menghargai, saling menghormati, tolong menolong, sikap empati, disiplin, tanggung jawab, dan hidup toleran. Dengan demikian, salah satu kebiasaan yang bisa ditanamkan kepada anak adalah berpuasa. Karena nilai-nilai yang terkandung dalam puasa sangat sesuai dengan tujuan pendidikan.
Kurang berhasilnya pembentukan sumber daya manusia yang mandiri, disiplin, tanggung jawab, dan berkarakter disebabkan oleh beberapa faktor utama, yakni: tren dunia yang mengalami perubahan, sikap siswa yang berubah, pengaruh budaya luar, kemajuan teknologi dan informasi, mental bangsa yang lemah, dan krisis multidimensional. Hal tersebut harus segera diatasi jangan dibiarkan menjalar dan mengganggu stabilitas kemajemukan bangsa yang berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila. Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang menanamkan nilai-nilai karakter yang dilakukan dengan sepenuh hati dan menyeluruh bagi semua siswa tanpa memandang perbedaan di dalamnya. Pendidikan keagamaan seperti puasa ramadhan mampu menanamkan keimanan, 7 ibadah dan akhlakul karimah, niscaya akan siswa sebagai manusia terbaik, yaitu yang bermanfaat bagi orang lain melalui amal shalehnya. Apabila di telaah lebih jauh bahwa pendidikan karakter mesti ditanamkan sejak dini (dibentuk) pada siswa sekolah dasar (SD) dengan nilai keagamaan (religious values) merupakan sebuah usaha dalam menyukseskan tujuan pendidikan nasional.
Nilai-nilai dan hikmah (manfaat) inilah yang mesti ditanamkan kepada anak di sekolah dasar (SD) agar mereka mempunyai pondasi dasar untuk pendidikan selanjutnya serta memiliki karakter yang baik. Karakter yang dimiliki manusia tentu saja berbeda-beda, akan tetapi dasar pembentukannya sama yakni nilai baik dan nilai buruk. Mengapa demikian? Karena karakter merupakan tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain serta mengandung tiga unsur pokok yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good) dan melakukan kebaikan (doing the good).
Pendidikan informal terutama pendidikan keluarga belum sepenuhnya berjalan seiringan dengan tujuan pendidikan seutuhnya, bahkan belum memberikan kontribusi optimal bagi pencapaian kompetensi dan pendidikan karakter siswa. Kesibukan dan aktivitas orang tua, lingkungan, pergaulan, media, dan budaya luar berpengaruh besar terhadap karakter dan prestasi belajar siswa. Salah satu bentuk alternatif untuk mengatasi permasalah tersebut, yakni dengan mengintegrasikan pendidikan karakter dalam bidang mata pelajaran yang lain dengan konsep pembelajaran terpadu. Pendidikan karakter terpadu ini sangat sejalan dengan konsep pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah dasar (SD) yakni pembelajaran tematik terintegratif. Artinya, pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan siswa sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan berpuasa memiliki kelebihan dibandingkan ibadah lainnya. Hal ini dikarenakan sifatnya yang pribadi dan tersembunyi (tidak terlihat oleh pandangan kasat manusia). Dalam sebuah keterangan dijelaskan bahwa puasa adalah milikNya (Allah) yang pribadi dan Ia (Allah) pun akan memberikan pahala secara spesial dan pribadi kepada hamba-hambanya yang diterima amal ibadah puasanya (Bihar al-Anwaar, 1996). Hal tersebut diperkuat oleh seorang ulama NU yaitu K.H. Aqil Siraj, beliau menjelaskan puasa merupakan momentum untuk pembetukkan karakter bangsa. Lebih daripada itu, puasa juga akan melahirkan manusia-manusia yang memiliki prinsip tangguh, kesabaran, keiklasan dan tidak pantang menyerah serta memiliki solidaritas dan saling mengasihi satu sama lain. Prinsip itu saat ini terkesan luntur (bahkan menghilang) di sebagian besar masyarakat Indonesia.
Selain itu, puasa di bulan Ramadhan dapat pula menjadi sebuah agenda sekolah untuk melakukan pembinaan karakter. Dengan media puasa ini, siswa diharapkan dapat ingat dan mau kembali kepada jati dirinya yang suci dan luhur dengan hadirnya kembali nilai-nilai kemanusian yang arif dan bijaksana. Ketika nilai fitrah manusia tersebut muncul kembali, maka nilai persamaan, memahami perbedaan, toleran, solidaritas, jujur, tanggung jawab, sabar, disiplin, tolong menolong, empati atas penderitaan sesama makhluk hidup akan dapat hadir kembali mewarnai hari-hari anak terutama siswa sekolah dasar (SD). Hal inilah yang sepenuhnya terkandung dalam nilai-nilai puasa ramadhan dan perlu diajarkan serta dibiasakan bahkan diamalkan oleh para siswa. Dimensi kemanusiaan dan sosial dalam puasa sebenarnya sangat kental serta sesuai dengan keempat sumber pendidikan karakter, yakni: agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional.
Dengan demikian, melalui pendidikan karakter ini diharapkan siswa sekolah dasar (SD) memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui 9 pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan. Dapat diketahui bahwa dunia pendidikan di Indonesia sekarang ini memerlukan konsep pendidikan karakter berbasis nilai. Nilai-nilai tersebut ditanamkan kepada siswa sebagai wujud pembentuka bangsa berkarakter. Tanpa pendidikan karakter suatu bangsa akan mengalami kemunduran, karena proses pendidikan bukan hanya menekankan pada aspek teknis saja melainkan harus mengembangkan nilai-nilai kemanusian secara optimal.
Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan karakter usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua bangsa Indonesia, bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakternya. Dengan kejujuran, disiplin diri, kegigihan, semangat belajar yang tinggi, mengembangkan rasa tanggung jawab, memupuk persatuan di tengah-tengah kebhinekaan, semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta rasa percaya diri dan optimis, merupakan tantangan terbesar bangsa Indonesia.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan penanaman nilai-nilai etis religius melalui keteladanan dari keluarga, sekolah dan masyarakat melalui penguatan pengamalan peribadatan, yakni menjalankan puasa ramadhan, pembacaan dan penghayatan kitab suci Al-Quran, penciptaan lingkungan baik fisik maupun sosial yang kondusif. Dan apabila spiritualitas anak sudah tertata dengan baik, maka akan lebih mudah untuk menata aspek-aspek kepribadian lainnya. Dan meskipun dalam suasana pandemi Covid-19 ini tidak menyurutkan niat untuk selalu beribadah kepada Allah SWT dengan selalu melakukan kebajikan di bulan ramadhan seperti ini. Dan semoga di bulan yang penuh berkah ini, pandemi Covid-19 dapat segera berakhir dan tidak memakan korban jiwa lagi agar umat Islam bisa fokus dalam menjalankan ibadah puasa ramadhan hingga akhir sampai hari kemenangan hari raya Idul Fitri.
DAFTAR PUSTAKA
Sayid, Muhammad. Pendidikan Remaja Antara Islam Dan Ilmu Jiwa. Jakarta: Gema Insani Press, 2006
Greenberg, J., Pyszczynski, T., & Solomon, S. (1986). The causes and consequences of a need for self-esteem: A terror management theory. In Public self and private self (pp. 189-212). Springer, New York, NY.
Knoll, J.L. (2020, March 30). Panic and Pandemics: The Return of the Absurd. [Blog post]. Diakses pada https://www.psychiatrictimes.com/coronavirus/panicand pandemicsreturn-absurd
Norberg, M., Rucker, D. (2020, March 20). Psychology can explain why coronavirus drives us to panic buy. It also provides tips on how to stop. [Blog post]. Diakses pada https://theconversation.com/psychology-can-explain-whycoronavirus-drives-us-to-panicbuy-it-also-provides-tips-on-how-to-stop-134032
Taylor, S. (2019). The Psychology of Pandemics: Preparing for the Next Global Outbreak of Infectious Disease. England: Cambridge Scholar Publishing.
Ali, Mohammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Maksum, M. Syukron. 2009. Kedahsyatan Puasa: Jadikan Hidup Penuh Berkah, Yogyakarta: Pustaka Marwa.
Maslikhah. 2009. Ensiklopedia Pendidikan. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Shad, Abdur Rahman. 1993. The Right of Allah and Human Right, Delhi: Shandar Market. Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Komentar
Posting Komentar